Sabtu, 08 Oktober 2011

Praktik Demokrasi Melalui Pendidikan Kewargaan

Kategori:Buku
JenisReferensi
Penulis:Dede Rosyada, dkk.

Judul buku: Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani
Penulis : Dede Rosyada, dkk (Tim ICCE UIN Jakarta)
Kata Pengantar: Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
Penerbit : Prenada Media, Jakarta
Edisi : 2003
Tebal buku : xx + 351 hlm.; 26 cm.

Suatu kredo yang relevan untuk mereformulasi sistem pendidikan yang selama ini belum “memanusiakan manusia” menurut Paulo Freire, profesor pendidikan di Brazil, yang dituangkan dalam karyanya Educacao como Practica da Liberdade (Education: The Practice of Freedom, 1967) adalah sebuah deskripsi epistemologis sebagai introduksi wacana pendidikan yang membebaskan. Wacana pendidikan itu adalah menekankan perlunya metode pendidikan kritis-dialogis yang mendorong perubahan sifat anak didik agar berwatak demokratis, dan harus mengarah pada proses “pembebasan manusia” dari keterbelengguan humaniora.
Paradigma baru pendidikan menurut Depdiknas dirumuskan sebagai proses pembudayaan (enkulturisasi) yang berpusat pada peserta didik (student centered education). Mereka diharapkan menjadi warga negara yang memiliki keadaban (civility), yang pada gilirannya menjadi pilar bagi pembentukan masyarakat madani di Indonesia. Pandangan ini sejalan dengan deklarasi UNESCO (Paris, 5–9 Oktober 1998) yang menyangkut misi dan fungsi untuk membantu melindungi dan memperkuat nilai sosial dengan melatih anak didik dengan nilai-nilai yang membentuk dasar berkeadaban demokratis (democratic civility).
Reformasi kehidupan nasional pasca-Orde Baru secara singkat pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically berkeadaban demokratis (democratic civility), sehingga menjadi Indonesia baru yang madani dan bersatu padu (integrated). Pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan, dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility), yang merupakan ciri dan karakter pokok masyarakat madani (civil society).
Menyikapi adanya perubahan kebijakan Pendidikan Nasional, terutama dalam konteks Kurikulum Pendidikan Tinggi, maka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 2000 telah melakukan inisiasi perkuliahan Pendidikan Kewargaan (Civic Education) dengan mensubstitusi matakuliah Pendidikan Kewiraan. Dalam proses pembelajarannya digunakan buku rujukan utama, yakni Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Penerbitan buku Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani oleh Prenada Media bekerjasama dengan ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tak lain merupakan bagian dari proses sosialisasi demokrasi yang otentik (genuine). Selain itu, kehadiran buku ini juga menjadi sangat signifikan di era sekarang, di saat bangsa Indonesia berkeinginan mempertahankan dan memelihara keberlangsungan demokrasi konstitusional. Demokrasi bukanlah sebuah mesin yang dapat langsung secara otomatis bekerja sendiri. Demokrasi membutuhkan sebuah upaya reproduksi yang dilakukan secara sadar dan sistematis guna menghasilkan generasi baru yang mempunyai wawasan dan sikap untuk mengembangkan budaya demokratis, serta bertindak konsisten untuk mengimplementasikan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Transisi Indonesia ke arah demokrasi yang lebih genuine dan otentik jelas merupakan proses yang kompleks dan panjang, apalagi dengan kecenderungan masih memburuknya situasi politik dan ekonomi. Terlepas dari itu, transisi menuju demokrasi—hemat saya—setidak-tidaknya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar secara simultan. Pertama, reformasi sistem (constitutional reforms) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan (institutional reforms and empowerment) lembaga politik. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Demokrasi bukan barang jadi yang dapat hadir dan berwujud melalui pewarisan begitu saja (taken for granted), tetapi mesti dipelajari (democracy is learned) dan dipraktikkan secara sustainable. Sebagaimana diakui pakar demokrasi pada level internasional, cara strategis untuk “mengalami” dan “memberdayakan” demokrasi adalah melalui apa yang disebut democracy education. Pendidikan demokrasi secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi, aktualisasi dan implementasi konsep, sistem, nilai, dan praktik demokrasi melalui pendidikan.
Pendidikan memiliki peran sangat strategis dan krusial dalam mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan democratic civility, yang menjadi salah satu karakter terpenting masyarakat madani (civil society). Peran pendidikan dalam mempersiapkan anak bangsa, baik secara individual maupun sosial agar memiliki kemampuan, keterampilan, etos, dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam perkembangan masyarakat madani, disampaikan secara gamblang dalam buku ini.
Tentunya sebuah ekspektasi kurang proporsional kalau orang mengharapkan Civic Education sebagai media satu-satunya dalam pemberdayaan dan pendalaman demokrasi di Indonesia. Tetapi, mengingat tujuan Pendidikan Kewargaan (Civic Education) yang berorientasi pada civic intelligence (kecerdasan warga negara) yang mencakup tiga hal, yakni civic knowledge (pengetahuan kewargaan), civic skills (keterampilan kewargaan), dan penciptaan ruang bagi civic participation (partisipasi kewargaan) melalui berbagai interaksi pembelajaran yang partisipatif dan demokratis, maka ekspektasi ini memiliki landasannya. []

Peresensi: Syafruddin Azhar, Editor buku pada Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.

Tidak ada komentar: