Jumat, 28 Oktober 2011

Pergerakan Mahasiswa di Indonesia

Menurut fitrah kejadiannya, manusia diciptakan bebas dan merdeka, karena kemerdekaan pribadi adalah hak yang utama. Tidak ada satu apa pun yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas seperti di atas adalah mutlak diperlukan terutama pada saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan karakter jati diri. Masa pembentukan dan pengembangan bagi berproses pada masa remaja atau generasi muda.
Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki elit dalam generasinya. Sifat kepoloporan, keberanian, dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu mahasiswa itu sendiri. Sifat yang didasarkan pada objektivitas tersebut  harus diperankan  dengan baik oleh mahasiswa apabila mereka berada dalam suasana merdeka, demokratis, dan rasional. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakt pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda yang terdidik.

Mereka harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, dengan sifat dan wataknya yang kritis, mahasiswa harus menjadi kelompok yang bebas dari kepentingan apa pun kecuali kepentingan kebenaran dan objektivitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini  dan masa depan. Dalam dinamikanya, mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.
Tidak terbantahkan lagi, bahwa pemuda, khususnya mahasiswa sebagai salah satu ujung tombak pergerakan telah banyak menorehkan tinta emas dan sumbangsih yang besar terhadap terwujudnya Bangsa Indonesia yang berkarakter dan mempunyai identitas nasional yang tegas. Dalam rentetan peristiwa sejarah besar di negeri ini, mahasiswa turut (sebagai varian dari terminologi “pemuda”) menjadi aktor intelektual dan penentu perubahan yang terjadi di negeri ini sejak rezim Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, dan mungkin pemerintahan  yang akan datang. Terkait dengan itu,  mahasiswa yang menyandang nama besar agent of change sangat beralasan jika George Mc Turnan Kahin memberi label mahasiswa sebagai “revolusi kaum pemuda”. Secara historis, perubahan di berbagai negeri di sepanjang abad 20 telah menjadikan kaum pemuda sebagai motor penggerak. Meski bukan satu-satunya kekuatan perubahan, tapi elit dari sebuah pergerakan mestilah kaum terpelajar (mahasiswa). Di Indonesia, fenomena lahirnya kaum terpelajar di berbagai perguruan tinggi telah mendorong lahirnya organ-organ pergerakan kemerdekaan abad 20. Tokoh-tokoh penting gerakan itu kemudian menjadi founding fathers Republik Indonesia. Seorang Indonesianis menyebut lahirnya kaum terpelajar dari perguruan tinggi itu sebagai elit modern.
Kepemimpinan tradisional yang semula hanya dipegang oleh kaum bangsawan dan kaum ulama bergeser ke model kepemimpinan baru yang berasal dari perguruan tinggi modern. Seiring dengan itu, wacana kenegaraan pun sering menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan aktivis mahasiswa saat ini. Secara faktual, mahasiswalah yang menjadi ujung tombak sekaligus arus utama dari gerakan perubahan yang berlangsung di mana pun. Dengan nalar intelektualitas dan independensinya, mahasiswa mampu menemukan argumentasi rasional mengenai kondisi yang kurang baik dan tidak sesuai dengan semangat konstitusi dan nilai kemanuasiaan. Hanya mahasiswa yang mampu menjadi pemeran utama perubahan sekaligus menjadi kekuatan yang paling ditakuti oleh rezim penguasa yang korup di belahan dunia mana pun.
Kelahiran suatu gerakan menunjukkan belum adanya pertemuan yang seimbang antara nilai harapan dengan eskalasi kapabilitas pencapaian. Hubungan keduanya akan menentukan seberapa besar dalam menghadirkan suatu gerakan yang massif di tingkat massa. Pada saat derajat harapan massa meninggi, sementara proses pencapaian menuju ke arah nilai harapan  rendah, maka terbuka kemungkinan  menimbulkan gesekan pada massa. Demikian pula jika kulminasi kapabilitas mengalami kenaikan, sementara nilai harapan realitas massa sudah mengkristal, maka tidak dapat dihindari jika mekanisme kehadiran gerakan massa akan muncul. Dapat dikatakan bahwa fase-fase gerakan merupakan proses reaksi dari pola harmonisasi dalam konstruksi idealitas dan realitas.
Gerakan mahasiswa dalam kancah sejarahnya juga muncul dan tenggelam. Muncul ketika ada momentum dan tenggelam bersamaan dengan hilangnya momentum. Momentum berkorelasi dengan realitas perubahan sosial, yakni perkalian ledakan massa dan kecepatan.
Biasanya, indikator yang selalu digunakan ‘ada’ dan ‘tiadanya’ gerakan mahasiswa adalah aksi pergerakannya. Semakin intens isu yang digulirkan, semakin diakui eksistensinya. Begitu pula sebaliknya. Faktor dominan dalam hal ini adalah keberpihakan media untuk meliputnya dalam siaran berita. Amat jarang aktivitas intelektual gerakan mahasiswa diliput dan diberitakan media sehingga kemudian gerakan mahasiswa seolah hilang dari peredaran wacana publik. Maka, dalam menghadapi berbagai perubahan-perubahan kultural, mahasiswa harus merumuskan kerangka kerja yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Runtuhnya Orde baru membuktikan bahwa kekuatan massa yang dimotori oleh gerakan mahasiswa telah diperhitungkan layaknya sebuah revolusi di Iran dan Philipina. Maka saat itulah gerakan mahasiswa di Indonesia mulai diperhitungkan untuk mengambil peran meneruskan tongkat estafet sejarah perjuangan bangsa.

Minggu, 16 Oktober 2011

METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan Penelitian | Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Karena data dan informasi yang peneliti kumpulkan lebih banyak bersifat keterangan-keterangan atau penjelasan yang bukan berbentuk angka. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Margono, 2005 : 36) penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut Margono, bahwa ada beberapa ciri penelitian kualitatif yaitu : Metodologi Penelitian
  • Lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung
  • Manusia merupakan alat (instrumen utama pengumpul data)
  • Analisis data dilakukan secara induktif
  • Penelitian bersifat deskriptif analitik
  • Tekanan penelitian berada pada proses
  • Pembatasan penelitian berdasarkan fokus
  • Perencanaan bersifat lentur dan terbuka
  • Hasil penelitian merupakan kesepakatan bersama
  • Pembentukan teori berasal dari data
  • Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif
  • Penelitian bersifat menyeluruh (holistik)
  • Tehnik sampling cenderung bersifat posposive
  • Makna sebagai perhatian utama penelitian (Margono, 2005 : 36-42)

Berangkat dari ciri-ciri penelitian kualitatif di atas, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya natural/alamiah.
B.    Kehadiran Peneliti

Peneliti  melakukan observasi mengamati dengan cermat terhadap obyek penelitian. Untuk memperoleh data tentang penelitian ini, maka peneliti terjun langsung ke lapangan. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen kunci yang langsung melibatkan diri dalam kehidupan subyek dalam waktu penelitian yang sudah ditetapkan peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan ciri penelitian kualitatif. Sebelum peneliti hadir di lapangan peneliti memperoleh izin terlebih dahulu dari pihak-pihak atau instansi-instansi terkait yang bertanggungjawab sesuai dengan prosedur yang berlaku. Peneliti hadir sebagai pewawancara atau pengumpul data tanpa mempengaruhi kehidupan subyek.
C.    Sumber Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang valid, akurat serta meyakinkan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pendidikan di SMPN I Praya Barat maka sumber data sangat dibutuhkan. Menurut Suharsimi (2006 : 129) mengatakan bahwa sumber data adalah "subyek darimana data diambil atau diperoleh".
Sumber data dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi di lokasi penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini bisa berasal dari : Kepala  Sekolah  SMPN I Praya Barat, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, siswi SMPN 1 praya Barat, dan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi tentang peranan pendidikan agama Islam dalam membina etika berpakaian siswi SMPN 1 Praya Barat Tahun Ajaran 2008/2009.
D.    Tekhnik Pengumpulan data | Metodologi Penelitian
Proses pengumpulan data merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian, begitu pula dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tekhnik relevan dengan jenis penelitian kualitatif. Beberapa tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a.    Tekhnik Observasi
Observasi merupakan alat pengumpul data yang dilakukan secara sistematis. Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah.
Secara umum observasi dapat dilakukan dengan cara yaitu: | Metodologi Penelitian
1.    Observasi Partisipan
Adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observasi dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan di observasi.
2.    Observasi Non Partisipan
Merupakan suatu proses pengamatan observer  tanpa ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat (Margono, 2005 : 161-162).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi non partisipan, dimana peneliti akan diambil dalam tekhnik observasi ini antara lain:
  1. Data tentang peranan pendidikan agama Islam dalam membina etika berpakaian siswi di SMP I Praya Barat.
  2. Data tentang etika berpakaian siswi di SMPN I Praya Barat
b.    Tekhnik Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2005 : 186)

Wawancara harus diperoleh dalam waktu yang sangat singkat serta bahasa yang digunakan harus jelas dan teratur. Tekhnik wawancara dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
1)    Pembicaraan formal
Wawancara ini sangat tergantung pada pewawancara sendiri tergantung pada spontanitasnya mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai
2)    Pendekatan Menggunakan petunjuk umum wawancara
Jenis ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan, pokok-pokok pertanyaan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden
3)    Wawancara Baku Terbuka
Jenis wawancara ini menunjukkan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-kata dan cara penyajian sama untuk setiap responden. Wawancara jenis ini bermanfaat apabila yang diwawancarai jumlahnya banyak (Moleong, 2005 : 187-188)

Pada penelitian ini akan digunakan teknik wawancara yang menggunakan petunjuk umum wawancara, dimana sebelum bertemu dengan informan, peneliti akan mempersiapkan berbagai hal yang akan ditanyakan sehingga berbagai hal yang ingin diketahui dapat lebih terfokus

Adapun data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan wawancara tersebut di atas adalah seperti : aturan-aturan khusus tata cara berpakain siswi di sekolah, bentuk aturan dalam membina etika berpakaian siswi di sekolah, serta sanksi yang diberikan pada siswi yang melanggar etika berpakain di lingkungan sekolah.

c.    Tekhnik Dokumentasi | Metodologi Penelitian

Tekhnik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, parasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya mengisyarat. (Suharsimi, 2006 : 231)

Jadi dapat dipahami bahwa metode dokumentasi merupakan metode yang penting dalam penelitian ini sebab data-data tertulis sangat menunjang dalam menganalisis data
  1. Data yang akan diambil melalui tekhnik ini yaitu:Data tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu SMPN I Praya Barat  Tahun Pelajaran 2008/2009
  2. Data tentang keadaan guru, siswa, sarana dan prasarana SMPN 1 Praya Barat Tahun Pelajaran 2008/2009
  3. Dokumen atau arsip yang berkaitan dengan peranan pendidikan agama Islam dalam membina etika berpakaian siswi SMPN I Praya Barat Tahun Pelajaran 2008/2009
E.    Analisis Data | Metodologi Penelitian

Data yang telah peneliti kumpulkan selama mengadakan penelitian perlu diolah dan dianalisis dengan penuh ketelitian, keuletan dan secara cermat sehingga mendapatkan suatu kesimpulan tentang obyek-obyek penelitian yang baik. Menurut Nazir (1983 : 358) “Analisis data adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca.” Berdasarkan definisi tersebut, analisis data dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mengolah dan memaparkan data secara terorganisir dan sistematis.

Pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan aturan-aturan yang ada sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Dalam data ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih mengacu pada pengungkapan data sesuai dengan realita dan tidak menggunakan data statistik.

Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis induktif dan deduktif. Analisis induktif yang artinya dengan menguraikan peristiwa-peristiwa atau data-data yang bersifat khusus untuk kemudian mengumpulkannya dengan bersifat general. Sedangkan analisis deduktif artinya menguraikan peristiwa yang bersifat umum untuk kemudian mengumpulkannya dengan sifat khusus. Jadi, analisis data merupakan langkah lanjutan dari kegiatan pengumpulan data. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan maksud agar data itu mempunyai arti dan mampu memberikan keterangan tentang populasi.
F.    Keabsahan Data | Metodologi Penelitian

Keabsahan data adalah suatu yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk membuktikan data yang diperoleh dengan keadaan yang sesungguhnya dan kredibilitas data itu sendiri bertujuan untuk membuktikan apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan pertanyaan yang sebenarnya. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya untuk memenuhi informasi yang dikemukakan oleh penulis sehingga mengandung nilai kebenaran.
Usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan data dapat     dilakukan dengan beberapa tekhnik diantaranya:
a)    Perpanjangan keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam  mengumpulkan data, keikutsertaan hanya dilakukan dalam  waktu  yang lama. Dalam hal ini peneliti melakukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada saat penelitian yang telah dilakukan selama 2  bulan yang dimulai pada tanggal 27 Januari sampai  dengan tanggal 27 Maret 2009. Sedangkan untuk perpanjangan waktu peneliti menambah beberapa minggu pada bulan April 2009.
Dalam penelitian ini peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan data sesuai dengan jadwal penelitian yang telah ditentukan.
b)    Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud "menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan       atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut dengan rinci (Moleong, 2005 : 329)

Pengamatan sangat dibutuhkan dalam pendekatan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk menghindari data yang  tidak  benar  yang diperoleh dari responden yang bisa jadi obyek akan menutup    diri terhadap fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu ketekunan   peneliti dalam mengamati sangat dituntut lebih serius.

Selasa, 11 Oktober 2011

organisasi mahasiswa. PEMBELAJARAN DAN PENGABDIAN

Menjadi mahasiswa adalah kesempatan. Masuk organisasi adalah pilihan. Ya, dari sekian anak negeri ini yang lulus dari Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) hanya sebagian kecil yang meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, besar harapan masyarakat terhadap kaum muda yang bergelut dengan dunia intelektual ini.
Fenomena mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga segala energi dikerahkan untuk mengondol gelar sarjana/diploma sesegera mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan mahasiswa.
Tapi apakah cukup dengan hanya mengandalkan ilmu dari perkuliahan dan indeks prestasi yang tinggi untuk mengarungi kehidupan pasca wisuda? Ternyata tidak. Dunia kerja yang akan digeluti oleh alumnus perguruan tinggi tidak bisa diarungi dengan dua modal itu saja. Ada elemen yang lebih penting, yakni kemampuan soft skill. Kemampuan ini terkait dengan kemampuan berkomunikasi dan bahasa, bekerja dalam satu team, serta kemampuan memimpin dan dipimpin.
Kapabilitas soft skill ini tidak diajarkan lewat bangku kuliah. Namun, bisa didapatkan melalui organisasi-organisasi mahasiswa, baik itu Organisasi Intra Kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), dan Koperasi Mahasiswa, maupun Organisasi Ekstra Kampus semisal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Front Mahasiswa Nasional, Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan lain sebagainya. Lewat media inilah seorang mahasiswa bisa menempa diri, belajar berkomunitas, dan berinteraksi dengan banyak pemikiran.
Hal yang ingin penulis tegaskan di sini adalah keberadaan organisasi mahasiswa menjadi penting karena kemanfaatannya terpulang kepada mahasiswa itu sendiri. Mungkin ada yang takut ketika masuk organisasi waktunya untuk belajar akan terganggu yang pada akhirnya berpengaruh kepada lamanya studi. Penulis katakan memang ada sebagian kecil mahasiswa yang lalai kuliah akibat terlalu sibuk mengurus organisasi. Tapi kenyataan juga membuktikan, betapa banyak penggiat organisasi yang berhasil lulus tepat waktu, dan dengan indeks prestasi yang sangat memuaskan. Jadi ini hanyalah masalah manajemen waktu.
Selain berfungsi sebagai pembelajaran diri, organisasi mahasiswa merupakan wahana bagi mahasiswa berempati dengan situasi yang terjadi di masyarakat. Negara berkembang layaknya Indonesia, banyak dihadapkan masalah-masalah sosial terutama menyangkut kesenjangan ekonomi, kecurangan, ketidakadilan, dan ketidakstabilan politik. Organisasi mahasiswa membawa para anggotanya bersinggungan langsung dengan persoalan-persoalan ini, sekaligus mengugah rasa kritis untuk mencari solusi atas apa yang terjadi.
Organisasi mahasiswa menjembatani domain menara gading kampus yang elitis dengan ruang masyarakat. Sehingga, ketika terbiasa menghadapi problem kehidupan, mahasiswa tidak lagi canggung bergumul dengan ruang baru, baik di masyarakat maupun di dunia kerja selepas lulus dari perguruan tinggi.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Praktik Demokrasi Melalui Pendidikan Kewargaan

Kategori:Buku
JenisReferensi
Penulis:Dede Rosyada, dkk.

Judul buku: Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani
Penulis : Dede Rosyada, dkk (Tim ICCE UIN Jakarta)
Kata Pengantar: Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
Penerbit : Prenada Media, Jakarta
Edisi : 2003
Tebal buku : xx + 351 hlm.; 26 cm.

Suatu kredo yang relevan untuk mereformulasi sistem pendidikan yang selama ini belum “memanusiakan manusia” menurut Paulo Freire, profesor pendidikan di Brazil, yang dituangkan dalam karyanya Educacao como Practica da Liberdade (Education: The Practice of Freedom, 1967) adalah sebuah deskripsi epistemologis sebagai introduksi wacana pendidikan yang membebaskan. Wacana pendidikan itu adalah menekankan perlunya metode pendidikan kritis-dialogis yang mendorong perubahan sifat anak didik agar berwatak demokratis, dan harus mengarah pada proses “pembebasan manusia” dari keterbelengguan humaniora.
Paradigma baru pendidikan menurut Depdiknas dirumuskan sebagai proses pembudayaan (enkulturisasi) yang berpusat pada peserta didik (student centered education). Mereka diharapkan menjadi warga negara yang memiliki keadaban (civility), yang pada gilirannya menjadi pilar bagi pembentukan masyarakat madani di Indonesia. Pandangan ini sejalan dengan deklarasi UNESCO (Paris, 5–9 Oktober 1998) yang menyangkut misi dan fungsi untuk membantu melindungi dan memperkuat nilai sosial dengan melatih anak didik dengan nilai-nilai yang membentuk dasar berkeadaban demokratis (democratic civility).
Reformasi kehidupan nasional pasca-Orde Baru secara singkat pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically berkeadaban demokratis (democratic civility), sehingga menjadi Indonesia baru yang madani dan bersatu padu (integrated). Pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan, dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility), yang merupakan ciri dan karakter pokok masyarakat madani (civil society).
Menyikapi adanya perubahan kebijakan Pendidikan Nasional, terutama dalam konteks Kurikulum Pendidikan Tinggi, maka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 2000 telah melakukan inisiasi perkuliahan Pendidikan Kewargaan (Civic Education) dengan mensubstitusi matakuliah Pendidikan Kewiraan. Dalam proses pembelajarannya digunakan buku rujukan utama, yakni Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Penerbitan buku Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani oleh Prenada Media bekerjasama dengan ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tak lain merupakan bagian dari proses sosialisasi demokrasi yang otentik (genuine). Selain itu, kehadiran buku ini juga menjadi sangat signifikan di era sekarang, di saat bangsa Indonesia berkeinginan mempertahankan dan memelihara keberlangsungan demokrasi konstitusional. Demokrasi bukanlah sebuah mesin yang dapat langsung secara otomatis bekerja sendiri. Demokrasi membutuhkan sebuah upaya reproduksi yang dilakukan secara sadar dan sistematis guna menghasilkan generasi baru yang mempunyai wawasan dan sikap untuk mengembangkan budaya demokratis, serta bertindak konsisten untuk mengimplementasikan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Transisi Indonesia ke arah demokrasi yang lebih genuine dan otentik jelas merupakan proses yang kompleks dan panjang, apalagi dengan kecenderungan masih memburuknya situasi politik dan ekonomi. Terlepas dari itu, transisi menuju demokrasi—hemat saya—setidak-tidaknya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar secara simultan. Pertama, reformasi sistem (constitutional reforms) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan (institutional reforms and empowerment) lembaga politik. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Demokrasi bukan barang jadi yang dapat hadir dan berwujud melalui pewarisan begitu saja (taken for granted), tetapi mesti dipelajari (democracy is learned) dan dipraktikkan secara sustainable. Sebagaimana diakui pakar demokrasi pada level internasional, cara strategis untuk “mengalami” dan “memberdayakan” demokrasi adalah melalui apa yang disebut democracy education. Pendidikan demokrasi secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi, aktualisasi dan implementasi konsep, sistem, nilai, dan praktik demokrasi melalui pendidikan.
Pendidikan memiliki peran sangat strategis dan krusial dalam mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan democratic civility, yang menjadi salah satu karakter terpenting masyarakat madani (civil society). Peran pendidikan dalam mempersiapkan anak bangsa, baik secara individual maupun sosial agar memiliki kemampuan, keterampilan, etos, dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam perkembangan masyarakat madani, disampaikan secara gamblang dalam buku ini.
Tentunya sebuah ekspektasi kurang proporsional kalau orang mengharapkan Civic Education sebagai media satu-satunya dalam pemberdayaan dan pendalaman demokrasi di Indonesia. Tetapi, mengingat tujuan Pendidikan Kewargaan (Civic Education) yang berorientasi pada civic intelligence (kecerdasan warga negara) yang mencakup tiga hal, yakni civic knowledge (pengetahuan kewargaan), civic skills (keterampilan kewargaan), dan penciptaan ruang bagi civic participation (partisipasi kewargaan) melalui berbagai interaksi pembelajaran yang partisipatif dan demokratis, maka ekspektasi ini memiliki landasannya. []

Peresensi: Syafruddin Azhar, Editor buku pada Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.